infopolitiknews Blog Lingkungan & Sosial Hutan Kota: Optimalisasi Ruang Publik Anti Depresi
Lingkungan & Sosial

Hutan Kota: Optimalisasi Ruang Publik Anti Depresi

Hutan Mangrove Tarakan (doc. blue-forest)

Infopolitiknews – Mengindahkan nilai estetika tata kota tidak bisa mengesampingkan keberadaan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), salah satunya adalah Hutan Kota. Selain terkait estetika, keberadaan hutan kota adalah keniscayaan bagi ruang gerak publik yang dibutuhkan untuk menyatukan alam dengan manusia yang yang sama-sama rentan.

Deforestasi yang dialami Indonesia sedemikian parahnya hingga World Population Review menempatkan negeri ini sebagai negara urutan ke-2 dunia yang mengalami penggundulan hutan terbanyak sepanjang 2024.

Berbagai dampak deforestasi menjadi momok megerikan terkait perubahan iklim, erosi tanah, gangguan siklus air, dan bencana alam lainnya. 

Di sisi lain, lembaga lingkungan Woodland Trust menyebutkan kualitas tanah, air dan udara di wilayah yang rawan tercemar oleh polutan dapat dipulihkan dengan keberadaan hutan mikro.

Data PBB mengungkap sejak 1990 sebanyak 420 juta hektare hutan di seluruh dunia telah hilang, dan sekitar 85% populasi dunia tinggal di perkotaan. Dengan demikian keberadaan hutan mikro di wilayah perkotaan adalah hal yang sangat penting.

Hutan mikro di kota digagas pertama kali oleh pakar botani asal Jepang, Profesor Akira Miyawaki pada 1970-an. Dan sejak digagas Miyawaki, kini sudah ada 280 hutan mikro. Hutan mikro atau hutan mini organik ini dibuat pada lahan 9 meter persegi dan hanya menggunakan spesies asli yang tumbuh alami di area hutan mikro.

Di Indonesia, Hutan Kota perwujudan hutan mikro atau hutan mini yang berada di wilayah perkotaan. Ini menjadi salah satu upaya yang dikembangkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002 menjelaskan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

Jika dikaitkan dengan konsep hutan mikro, maka hutan kota dapat dikelola dan dioptimalkan dengan memanfaatkan spesies lokal untuk dikembangkan di wilayah setempat sehingga ekosistem asli wilayah tersebut dapat terjaga.

Pada proyek Sustainable Urbanisation Global Initiative (SUGi) yang telah menanam 230 hutan mini mulai dari di Toulouse, Prancis hingga St. George di Rumania dan Madrid Spayol membuktikan penanaman hutan mini bisa mengurangi stress.

“Dari perspektif psikologis, berinteraksi dengan alam dapat mengurangi stress fisik dan memperbaiki gejala masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan atau depresi,” ungkap Elise van Middelem, CEO SUGi seperti dikutip Euro News, Selasa (31/12/2024).

Tidak hanya persoalan lingkungan yang bisa teratasi. Hutan kota bisa terus dikembangkan dengan maksimal di setiap wilayah perkotaan Indonesia sebagai ruang solutif bagi manusia menyembuhkan diri dari stress dan depresi.

Exit mobile version