infopolitiknews Blog Kolom MBG Gerakan Amal Kolaboratif untuk Masa Depan Bangsa
Kolom

MBG Gerakan Amal Kolaboratif untuk Masa Depan Bangsa

Salah satu sekolah menerima MBG setelah launching dapur baru di Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, Riau, Senin (13/10/2025).(KOMPAS.COM/Dok. SPPG Tenayan Raya.)

Jakarta – Satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto adalah lembar awal dari bab baru perjalanan bangsa. Bab tentang harapan yang ditanam dan kesejahteraan yang mulai bersemi. Dari istana hingga pelosok desa, denyut kebijakan berpadu dengan napas rakyat.

Makan Bergizi Gratis (MBG) berdiri sebagai simbol kasih negara kepada anak-anaknya. Aroma nasi  dan lauk bergizi menjadi bahasa cinta yang paling tulus. Ia bukan sekadar program, tetapi pernyataan: bahwa masa depan bangsa berawal dari perut yang kenyang dan hati yang gembira.

Ketika satu piring nasi menjadi jembatan antara kemiskinan dan harapan, kita tahu kesejahteraan bukan lagi wacana, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan. Di bawah langit merah putih, MBG menulis puisi tentang kemanusiaan: bahwa negara hadir bukan untuk sekadar memerintah, tetapi untuk memberi makan, menumbuhkan, dan memuliakan rakyatnya.

Meski masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, pemerintah menunjukkan komitmen yang teguh untuk terus melaksanakannya, disertai berbagai langkah korektif yang substantif agar tepat sasaran dan berkelanjutan.

MBG menjadi salah satu kebijakan yang menegaskan pandangan Presiden Prabowo “Negara belum benar-benar merdeka jika masih ada rakyat yang lapar.” Di balik kalimat sederhana itu tersimpan pesan moral,  bahwa kemerdekaan sejati bukan sekadar mengibarkan bendera, juga memastikan setiap rakyat tidak kelaparan.

Suasana makan bergizi gratis di SDN Sendangsari Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo (KOMPAS.COM/BAYU APRILIANO )

MBG hadir sebagai pengejawantahan konkret dari makna kemerdekaan bahwa tugas negara bukan hanya menjaga kedaulatan wilayah, juga menjaga kebutuhan dasar perut rakyatnya. Dalam setiap porsi makanan yang dibagikan, tersirat tekad besar: membangun manusia Indonesia dari yang paling mendasar, memenuhi kebutuhan pangan rakyat.

Program yang awalnya tampak sederhana, memberikan makanan bergizi kepada anak sekolah dan kelompok rentan, ternyata menyimpan makna yang dalam. Di balik setiap hidangan yang tersaji, terselip komitmen untuk memastikan tak ada anak Indonesia yang belajar dengan perut kelaparan.

MBG lahir bukan semata sebagai kebijakan teknokratis, melainkan sebagai wujud kasih negara kepada rakyatnya. Terkandung makna filosofis di dalamnya: negara yang menyejahterakan bukan sekadar memerintah, tetapi merawat. MBG menjadi simbol kehadiran negara yang hangat dan memeluk, bukan hanya mengatur dari jauh.

MBG, harus didesain bersama tidak sekedar program projek, yang terbatas orang yang terlibat. MBG, harus menjadi gerakan amal kebangsaan, menyalakan kembali semangat gotong royong anak negeri, etos bangsa yang menjadi fondasi kesejahteraan dan kekuatan Indonesia, yang saat ini mulai rapuh.

Dalam tradisi pembangunan banyak program berhenti di tataran proyek. Ia terjebak dalam angka, laporan, dan seremonial. Namun, MBG harus menunjukkan arah berbeda. Ia tidak hanya memberi makan, tetapi membangun makna. Ketika sepiring nasi dihidangkan situlah wajah negara hadir dalam bentuk  perhatian dan kasih sayang.

MBG, harus didesain melibatkan keberperanan banyak pihak, bukan hanya segelintir politisi atau pengusaha yang punya akses dengan kekuasaan. MBG menghadirkan rantai kolaborasi yang hidup. Petani terserap hasil panennya, membuka lapangan kerja warga lokal,  UMKM tumbuh dan anak-anak sekolah mendapat asupan gizi yang layak.

Sejatinya dalam tata kelola MBG masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi pelaku utama gerakan. Inilah yang menjadi pembeda antara proyek dan gerakan. Proyek berakhir di laporan, tetapi gerakan hidup di hati masyarakat.

MBG harus menjadi ruang belajar sosial baru bagi bangsa ini, tentang kebersamaan, tanggung jawab, dan cinta tanah air. Di dalamnya, rakyat belajar bahwa kesejahteraan tidak dibangun oleh satu tangan, melainkan oleh banyak hati yang bekerja bersama untuk rakyat.

Dalam pandangan spiritual , memberi makan adalah amal luhur. Dalam banyak ajaran, termasuk Islam, memberi makan disebut sebagai amal yang paling utama,menyambung kasih antara manusia untuk menumbuhkan empati. MBG mengangkat nilai itu ke ranah kebijakan publik.

Di sinilah nilai luhur kebangsaan menemukan bentuknya: kebijakan yang tidak memisahkan rakyat dari pemerintah, tetapi menyatukan keduanya dalam misi kemanusiaan. Sejalan dengan harapan Presiden Prabowo, MBG adalah jalan memerdekakan rakyat dari kelaparan dan malnutrisi

Pemerintah, utamanya Badan Gizi Nasional harus berpijak pada filosofi  bahwa kesejahteraan bukan hadiah, melainkan hak rakyat yang harus dijamin negara. Dalam konteks itu, MBG adalah pengejawantahan sila kelima Pancasil, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diterjemahkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar wacana.

Satu tahun pemerintahan Prabowo adalah awal dari perjalanan panjang. Jika MBG terus tumbuh dengan niat tulus dan tata kelola yang baik dan pengawasan yang ketat. Sejarah akan mencatatnya bukan hanya sebagai kebijakan sosial, tetapi sebagai warisan  amal kolaboratif menuju Indonesia Emas 2045. Semoga !

Exit mobile version