Infopolitiknews – Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tampaknya memang harus benar-benar berjuang untuk menuntaskan persoalan sampah.
Polemik sampah yang tertimbun di TPA/TPST Piyungan yang “buka-tutup” itu hingga kini belum menemukan jalan keluar yang tepat.
TPST yang sebenarnya sudah ditutup karena sejak lama sudah mengalami overload itu masih harus menerima beban sampah dari timbulan sampah khusus secara insidental, misalnya dari Kota Yogyakarta saat musim liburan seperti halnya momen Nataru.
Walhi Yogyakarta pun memberikan kritikan kepada Pemda DIY karena sejumlah 71.31% atau sekitar 1.046 ton sampah DIY langsung dibuang ke TPST Piyungan.
Persoalan timbulan sampah tidak bisa hanya diselesailan di sektor pengolahan, tapi yang lebih mendasar adalah pengurangan dari sumbernya.
TPST Piyungan sendiri telah menampung ribuan ton sampah yang mayoritas berasal dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul (Kartamantul).
“Sampah yang telah diolah hanya 28.69 persen dari seluruh total sampah yang berada di wilayah Kartamantul tersebut, wilayah yang menggantungkan sampah-sampah baik dari industri, rumah tangga, fasilitas publik dan lain sebagainya yang sudah sangat tergantung pada keberadaan TPA Piyungan,” kata Kadiv Kampanye Walhi Jogja, Elki Setiyo Hadi, Rabu (29/1/2025).
Elki juga menyampaikan anggaran pengelolaan sampah DIY tidak sesuai dengan ketentuan Permendagri tahun 201, bahwa untuk penanganan sampah seharusnya Pemda menyediakan sebesar 3% dari total anggaran belanja. Sedangkan Pemda DIY hanya mengalokasikan anggaran di bawah 2%.
Selain itu prosedur penutupan TPA Piyungan tidak sesuai dengan Penilaian Indeks Risiko dan Rekomendasi Penutupan, pada ketentuan Permen PU pasal 61 nomor 3 tahun 2013.
“Apabila merujuk pada prosedur yang tertuang dalam Permen PU tentang penutupan TPA, seharusnya terdapat beberapa tahapan teknis penutupan seperti prapenutupan, pelaksanaan penutupan dan pasca penutupan. Tetapi, dalam praktiknya Pemda DIY justru tidak melakukan pelaksanaan teknis tersebut dan menutup secara sepihak,” ujarnya.
Pengelolaan sampah di TPST Piyungan juga didapati masih menggunakan sistem open dumping yang justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan lingkungan di sekitarnya.
“Hasil temuan kami menunjukkan adanya beberapa parameter kimia dan parameter fisik yang telah melebihi baku mutu kelas air 2 yang menjadi kelas air untuk air sungai termasuk air sumur warga yang mengalami penurunan kualitas,” ungkapnya.
Berdasarkan investigasi Walhi Yogyakarta, Pemda DIY dinilai bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah lingkungan yang terjadi akibat kegagalan Pemda melakukan pengelolaan sampah.
Investigasi tersebut menjadi dasar rujukan Walhi mengajukan surat keberatan pada Gubernur DIY, pada Kamis (23/1) dengan lima rekomendasi sebagai berikut:
1) Melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
2) Melakukan penutupan TPA regional Piyungan sesuai dengan mekanisme pada Permen PU nomor 3 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan;
3) Mengalokasikan anggaran pengelolaan sampah sesuai dengan rekomendasi Permendagri nomor 33 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Sampah;
4) Meminta Gubernur DIY membuat aksi Pemulihan lingkungan dengan melibatkan masyarakat secara aktif;
5) Meminta Gubernur untuk memfasilitasi kabupaten dan kota dalam melakukan perencanaan pengelolaan sampah di DIY.