Tarakan – Harga rumput laut di Kalimantan Utara (Kaltara) saat ini tengah anjlok. Adapun saat ini rumput laut hanya dihargai Rp 7.000 hingga Rp 7.500 per kg untuk kategori lembap. Kemudian kategori kering berada di kisaran Rp 11.000 per kg.
Anjloknya harga rumput laut tersebut diperkirakan sejak 2021 hingga menjelang akhir tahun 2024. Harga ini cukup dikeluhkan para petani atau pembudidaya rumput laut.
Menanggapi kondisi yang memprihatinkan ini, Calon Gubernur Kaltara nomor urut 1 Brigjen (Purn) Andi Sulaiman punya jurus jitu untuk membenahinya. Andi Sulaiman mengatakan, secara konsep ekonomi harga suatu komoditas dipengaruhi oleh supply dan demand. Selain itu, faktor kualitas produk juga turut mempengaruhi.
“Dalam program kerja prioritas saya bersama Prof Adri Patton, kami ingin adanya peningkatan produktivitas petani dan pembudidayaan rumput laut sehingga meningkatkan daya jual bahkan layak untuk diekspor,” kata Andi Sulaiman merupakan Kepala Badan Inteligen Negara Daerah (Kabinda) Kaltara periode 2018 – 2022.
Jurus pertama, kata Andi Sulaiman, melalui pendampingan program pembenihan kepada pembudidaya rumput laut agar hasil panen memiliki kualitas dan daya jual yang tinggi.
“Nanti dari dinas perikanan dan kelautan (DPK) akan memberikan pendampingan kepada kelompok-kelompok petani dan pembudidaya rumput laut. Monitoring secara berkala juga akan dilakukan oleh DPK untuk mengantisipasi terjadinya serangan hama yang dapat menurunkan kualitas rumput laut saat panen,” ucapnya.
Andi Sulaiman yang juga Ketua Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS) ini menambahkan, jurus berikutnya yang perlu dilakukan adalah mencari pihak off taker atau pengepul dalam skala besar yang dapat menyerap suplai rumput laut demi menjaga stabilitas harga. Dengan demikian, kondisi tersebut bisa diantisipasi dan budi daya rumput laut pun bisa terus berjalan.
“Mau nggak mau apa yang disuplai harus ditangkap oleh off taker atau sisi demandnya, jadi supaya rumput laut harganya bisa terjaga,” katanya.
Selain itu, potensi-potensi pengembangan sektor hulu atau downstream juga perlu terus diulik sehingga pasar juga bisa diperluas. Dengan begitu, permintaan produk rumput laut pun juga akan meningkat.
“Kita harus cari potensi-potensi aplikasi downstreaming yang lain dari yang ada sekarang. Nggak cuma karadenan, nggak cuman ekspor ke China, kita cari aplikasi lain sehingga harganya bisa terbantu dengan kenaikan demand,” jelasnya.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara produsen rumput laut tropikal terbesar di dunia, namun pengembangan industrinya di sektor hulu terbilang belum terlalu optimal.