29 September 2024 – 06:47
Gorontalo – Deforestasi bukan sekedar kata tanpa makna, melainkan sebuah pisau pemicu krisis yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat Gorontalo.
Hutan adalah rumah pohon yang sekaligus menjadi penyokong kehidupan keanekaragaman hayati, penyokong produksi udara bersih. Namun hutan akan segera hilang jika suara gergaji kayu terus berkumandang tanpa adanya peraturan garang yang menghadang.
Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan Provinsi Gorontalo sedang menghadapi ancaman deforestasi terkait rencana pemerintah menggenjot optimalisasi proyek transisi energi di Indonesia melalui produk bioenergi berjenis pelet kayu (wood pellet) karena Gorontalo menjadi salah satu eksportir wood pellet terbesar di Indonesia dengan Jepang dan Korea Selatan sebagai negara sasarannya.
Dari sisi rupiah, nilai ekspor Provinsi Gorontalo dari komoditas pelet kayu memang meraup angka yang besar, tapi dari sisi kelestarian alam hal tersebut bisa menjadi bencana besar. Apalagi bila terbukti valid hasil investigasi yang dilakukan tim FWI terhadap satu-satunya eksportir perusahaan industri pengolahan kayu primer menjadi kayu pelet di Gorontalo itu menggunakan bahan baku berasal dari kayu hutan alam. Bukan berasal dari kayu hutan tanaman.
Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ekspor pelet kayu pada periode Oktober 2023-20 Agustus 2024 oleh PT. BJA telah mencapai 82.273.691 kilogram yang jika dikonversiikan dalam mata uang adalah senilai US$ 11.199.637. Namun terkait investigasi FWI, PT. BJA menyatakan telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk membangun industri yang berkelanjutan termasuk untuk mengolah hasil hutan atas penggunaan areal konsesi.
Deforestasi Jadi Sumber Bencana
Guru besar Fakultas Kehutanan Institute Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo menyampaikan data bahwa kawasan tidak berhutan di Indonesia mencapai 35 juta hektare, sementara kemampuan pemerintah melakukan reforestasi hanya 30.000 hektare per tahun.
“Jika berhasil rehabilitasi 100 persen, maka perlu waktu lebih dari 1.000 tahun,” ujarnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi hutan di Gorontalo?
Juru kampanye Forest Watch Indonesia, Andi Prayoga, menyatakan Gorontalo ada dalam Proyek Bioenergi Nasional dengan luas 282 ribu Ha. Namun apapun dalihnya, tetap tidak boleh ada pembenaran terhadap deforestasi terencana yang terjadi akibat pembangunan proyek bioenergi.
Menanggapi ancaman deforestasi hutan Gorontalo, deklarator berdirinya Provinsi Gorontalo, Profesor Nelson Pomalingo secara serius memberikan statementnya,
“Deforestasi karena ekploitasi hutan alam berdampak pada perubahan iklim. Rusaknya habitat alam, resiko banjir bandang yang mengancam masyarakat Gorontalo harus kita cegah. Perlu ada regulasi yang ketat.”
Begitu pula dengan Mohammad Kris Wartabone, cucu Proklamator kemerdekaan Indonesia di Gorontalo,
“Jika ada pembiaran, bisa jadi suatu saat nanti burung enggan berkicau untuk Gorontalo. Kita harus bertindak. Nelson-Kris bersama rakyat,” tegasnya.