Tarakan – “Saya pastikan dan saya garansi para penerima beasiswa Universitas Patria Artha (UPA) sepulangnya dari pendidikan pasti jauh lebih baik. Dari segi pemikiran, intelektualitas, hingga penampilan, ini saya rasa penting karena kita mentargetkan SDM terbaik untuk Kaltara,” – Rektor UPA, Dr. Bastian Lubis, SE, MM, CFM.
Kalimat yang disampaikan Bastian Lubis menggambarkan optimistis bahwa lulusan UPA dengan akreditasi C bakal memiliki masa depan cerah di masa depan. Padahal, dalam menentukan tempat kuliah, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Baik itu jurusan, kampus, lengkap dengan akreditasinya. Salah-salah, malah penyesalan yang didapat.
Pada kenyataanya, akreditasi jurusan memang sangat menentukan nasib seseorang saat masuk bursa kerja. Lulusan dari kampus dan jurusan akreditasi C ternyata hanya dipandang sebelah mata oleh rekruter perusahaan.
Dikutip dari Mojok.co (3 April 2024), anak muda bernama Wahyu (24) yang merupakan mahasiswa Teknik Informatika (TI) di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang baru lulus pertengahan 2023 lalu. Meski namanya menyandang gelar S.TI alias Sarjana Teknik Informatika, ia merasa bukan anak TI secara sepenuhnya. Bagaimana tidak, delapan semester kuliah, Wahyu merasa tak diajari apapun di jurusan akreditasi C tersebut.
Sialnya lagi, saat memasuki dunia kerja, ijazahnya benar-benar tak laku. Ia sangat kesulitan buat melamar pekerjaan di bidang yang berhubungan dengan jurusannnya.
“Saingannya mungkin dari lulusan kampus-kampus top. Atau seenggaknya lebih mendingan lah daripada tempatku kuliah. Kalau mau suudzon, sih, susah cari kerja gara-gara jurusanku akreditasi C,” kata lulusan Teknik Informatika ini.
Sejak Februari 2024 lalu, lelaki asal Salatiga ini memutuskan merantau ke Jogja, membantu temannya mengembangkan bisnis clothingan karena urung mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jurusannya saat kuliah.
Tak hanya Wahyu, nasib serupa juga terjadi kepada Roni (28). Tidak kaleng-kaleng, jurusan yang diambil Roni adalah Fakultas Kedokteran (FK) disebuah PTN. Jangankan jadi dokter, cari kerja saja susah karena akreditasi jurusannya C.
Enam tahun kuliah di jurusan kedokteran, menghabiskan banyak tenaga dan biaya, nyatanya pas lulus lulus kuliah dia malah tak jadi apa-apa. Perkaranya satu hal, karena akreditasi jurusannya masih C.
“Jadi kata ‘dokter’ itu hanya berakhir jadi gelar kelulusan saya, Mas. Bukan jadi profesi,” sesal lelaki asal Surabaya ini.
Pengalaman tak mengenakan baru Roni alami pada 2021 lalu ketika berniat untuk mendaftarkan diri ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
“Aku tanya ke kampus yang bersangkutan, mereka menjelaskan kalau 80 persen pendaftar yang diterima itu dari FK yang akreditasinya A. Sisanya B. Ya emang benar, C enggak diperhitungan mereka alias aku udah ditolak sejak awal,” ungkapnya lirih.
Kini Roni hanya menyandang gelar “dr” saja tanpa bekerja di bidang kesehatan. Dia memutuskan untuk menjadi wirausaha karena tidak ada peluang untuk bekerja dan melanjutkan studi lanjutan usai lulus dari FK dengan akreditasi C.
Sementara itu pengamat bidang pendidikan tinggi dari Universitas Andalas, Dr Ade Djulardi mengatakan akreditasi saat ini menjadi acuan kualitas suatu kampus. Kampus dengan akreditasi tinggi bagi masyarakat tepat menjadi pilihan sedangkan yang rendah cenderung ditinggalkan. Artinya bukan tidak mungkin kampus yang berakreditasi C ke bawah akan ditinggalkan mahasiswanya dan gulung tikar.
Semoga kisah wahyu dan Roni tidak terjadi oleh anak muda di Kaltara yang kuliah di Universitas Patria Artha (UPA) dengan akreditasi C.