Infopolitiknews – Krisis pengolahan sampah di Indonesia sungguh merupakan hal mendesak yang perlu diprioritaskan penanganannya.
Peningkatan volume sampah yang terjadi setiap hari dan belum diimbangi dengan sistem pengolahan yang memadai menjadi penyebab Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di sejumlah daerah mengalami kelebihan kapasitas
Inovasi dalam pengolahan sampah tentu merupakan gebrakan yang diperlukan, salah satunya dengan cara mengubah sampah menjadi sumber energi yang ramah lingkungan.
Terkait hal itu pemerintah mencanangkan target bahwa pada 2029 nanti sebanyak 30 kota besar di Indonesia harus mampu mengolah sampah menjadi listrik.
“Kalau kota-kota besar itu, kami targetkan sekitar 30 kota besar, setiap kota besar itu bisa menghasilkan listrik sekitar 20 megawatt,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu (12/3).
Namun, Yuliot juga berharap produk pengolahan sampah tidak terbatas pada listrik, tapi juga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini bisa dilakukan dengan teknologi pirolisis.
Sementara itu, pemerintah sedang berupaya mengintegrasikan tiga peraturan presiden (perpres) terkait pengelolaan sampah guna mendukung upaya pemanfaatan sampah menjadi energi listrik lewat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Tiga perpres yang disatukan tersebut adalah Perpres Nomor 97 Tahun 2017, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, serta Perpres Nomor 83 Tahun 2018.
Skema yang dicanangkan dalam aturan tersebut termasuk biaya listrik dari PLTSa sebesar 19,20 sen per kilowatt jam (kWh) yang berada di atas penetapan tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN yaitu 13,5 sen per kWh. Selisih dari jumlah tersebut akan disubsidi oleh Kementerian Keuangan.
Sekalipun detil harga sedang dalam proses pembahasan skenario pemanfaatan sampah lebih dari 1.000 ton per hari dapat memberikan keuntungan kepada pengembang PTLSa.