Infopolitiknews – Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), saat ini seluas 33 juta hektar hutan dibebani oleh izin di sektor kehutanan. Bukan hanya itu, 4,5 juta hektar konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Sedangkan 7,3 juta hektar hutan sudah dilepaskan, di mana 70%-nya untuk perkebunan sawit.
Dari pengamatan TreeMap, pada 2023, perluasan lahan kelapa sawit telah mengubah hutan seluas 30.000 hektare, naik 36% dibanding 2022, dikutip (11/1). Kenaikan deforestasi akibat perluasan kelapa sawit sebagian besar terjadi di Kalimantan dan Papua.
Tingginya laju deforestasi hutan di Indonesia seolah berlawanan dengan posisi Inodnesia sebagai paru-paru dunia.
Wacana penambahan lahan kelapa sawit tentunya akan memperparah angka deforestasi Indonesia yang sudah tinggi. Di sisi lain, lahan kelapa sawit tidak bisa menggantikan fungsi hutan dan tidak bisa disamakan dengan hutan.
Berdasarkan sifat cara budidayanya, kelapa sawit digolongkan pada jenis tanaman pertanian. Dan sebagai tanaman pertanian, kelapa sawit menyerap lebih sedikit karbon daripada tanaman hutan.
Sedangkan menurut laporan Mongabay, meski kebun kelapa sawit bisa tumbuh dengan cepat dan menyerap karbon pada tingkat tahunan lebih tinggi daripada hutan alami, perkebunan tersebut hanya akan menyimpan lebih sedikit karbon, daripada membiarkan hutan yang asli tetap berdiri atau tidak dibabat.
Selain itu, pembukaan lahan kelapa sawit dengan menebang hutan alami justru akan berpotensi menghilangkan habitat alami dan keanekaragaman hayati. Dalam hal ini kelestarian alam akan terancam.
Terkait efek gas rumah kaca, seperti dikutip dari laman infosawit.com, Indonesia menjadi negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia.Dari 2013 hingga 2018, sektor perkebunan meyumbang sebanyak 1,04 gigaton emisi dan perkebunan kelapa sawit menjadi kontributor utamanya.