“Hanya karena kau punya kekuasaan, bukan berarti harus menggunakannya melawan mereka yang tidak punya.” – Frank Caprio
Andai saja Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan mau belajar arti kerendahan hati dan kebaikan kepada Frank Caprio seorang hakim pengadilan Kota Providence, Rhode Island, yang dikenal luas sebagai “hakim paling baik di Amerika”, bisa jadi Noel – demikian sapaan orang nomor dua di Kementerian ketenagakerjaan yang juga Komisaris PT Pupuk Indonesia (Persero) tersebut – tentu kisah hidupnya tidak akan blangsak.
Frank Caprio yang wafat di usia 88 tahun bersamaan dengan malam penangkapan Noel, meninggalkan warisan besar berupa keteladanan, belas kasih, dan keadilan yang penuh empati selama hampir 40 tahun pengabdiannya di bangku hakim. Sementara Noel belum juga tiga kali “seumur” jagung menjabat wakil menteri.
Mungkin pula semasa berkuliah dulu, Noel tidak penah membaca kisah tauladan yang ditorehkan Wakil Presiden periode 1945 – 1956 Muhammad Hatta atau Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik periode 1973 – 1978, Sutami. Ke dua sosok teladan di pemerintahah itu begitu sahaja bahkan terlalu “melarat” untuk ukuran pejabat tinggi.
Hatta saban bulannya kebingungan untuk membayar tagihan listrik sementara Sutami tidak memiliki tabungan untuk mengobati penyakitnya. Rumah Sutami di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta kerap bocor karena atap plafon rumah yang telah lapuk.
Dengan penghasilan dan tunjangan dari jabatan wakil menteri dan komisaris, setidaknya Noel memperoleh pengahasilan Rp 200 juta saban bulannya. Yang membuat publik tersentak saat kemarin siang (Kamis, 21 Agustus 2025), Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengumumkan terjadinya operasi tangkap tangan terhadap Noel dan 13 orang lainnya termasuk pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurut KPK, kasus pemerasan yang menjerat Noel sudah berlangsung lama dengan nilai pemerasan yang cukup besar. Noel ditengarai KPK “mempermainkan” perusahaan yang akan dan sedang mengurus sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di kementeriannya (Kompas.com, 21 Agustus 2025).
Dari sejumlah informasi, biaya pembuatan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) bervariasi tergantung pada jenis sertifikasi dan lembaga penyelenggara. Secara umum, biaya sertifikasi K3 bisa berkisar antara Rp1.500.000 hingga Rp21.000.000, tergantung pada jenis sertifikasi yang dibutuhkan. Sementara Biaya pelatihan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dari Kementerian Ketenagakerjaan bervariasi tergantung pada jenis pelatihan dan lembaga penyelenggara. Secara umum, pelatihan Ahli K3 Umum bisa berkisar antara Rp 4.000.000 hingga Rp 9.000.000. Biaya ini bisa berbeda untuk pelatihan online dan offline, serta untuk peserta individu atau utusan perusahaan.
Dari cerita sejumlah teman Noel kepada penulis, sebetulnya besaran “palakan” Noel tergolong receh. Hanya saja mereka heran dengan kenekadan Noel bermain receh tapi dalam jangka waktu yang lama atau sebutlah selama 10 bulan menjabat wakil menteri sehingga tidak heran jika penyitaan yang dilakukan cukup fantastis. Selain uang, KPK juga menyita 15 kendaraan roda empat serta 7 kendaraan roda, diantaranya dua bermerek Ducati. Masing-masig Ducati tersebut berbanderol Rp 1 milyar lebih. Saat petugas mengumpulkan kendaraan sitaan dari Noel, sontak halaman depan kantor KPK berubah menjadi show room dadakan.
Menjadi tidak heran juga, di kalangan relawan pendukung calon presiden sudah mahfum gaya-gaya relawan seperti Noel yang kerap “meminta sumbangan” dari donator di Pilpres-Pilpres sebelumnya. Bisa jadi Noel lupa gaya relawan tidak bisa diterapkan di lingkup birokrasi.
Apresiasi untuk Prabowo dan KPK
Penangkapan salah satu pembantu Presiden Prabowo Subianto ini patut diberikan apresiasi kepada Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Gerindra – tempat Noel bernaung di bidang politik – dan KPK. KPK sekali lagi membuktikan, setiap penangkapan tersangka rasuah tidak peduli warna partainya dan siapa sponsornya. Publik selama ini kenal dengan Noel yang merupakan Ketua Umum Jokowi Mania Nusantara yakni relawan pendukung “berat” Presiden Jokowi di Pilpres 2019 lalu bersalin rupa menjadi pendukung Prabowo Mania di Pilpres 2024.
Presiden Prabowo Subianto kali ini kembali menunjukkan ketegasannya untuk tidak pandang bulu terhadap pelaku rasuh. Walaupun tersangka menyandang kartu anggota Partai Gerindra dan berjasa dalam pemenangannya bersama Gibran Rakabuming di Pilpres kemarin, setiap yang “bermain-main” dengan uang negara, akan disikatnya tanpa pandang bulu.
Sebelum Noel, mantan Bendahara Partai Gerindra periode 2008 – 2010 Heri Gunawan juga sudah duluan mendapat “label” tersangka dari KPK. Heri Gunawan yang juga Wakil Ketua Fraksi Gerindra disangka KPK terlibat gratifikasi dan pencuciian uang berkaitan dengan program sosial Bank Indonesia dan penyuluh jasa keuangan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2020 – 2023.
Langkah KPK mengungkap permainan “hanky panky” Noel di Kementerian Ketenagakerjaan hendaknya dijadikan “starting point” untuk pemberantasan korupsi secara nasional. Pusingnya kepala Prabowo memikirkan semua janji-janji kampanyenya yang pro-rakyat seperti Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat, dan Koperasi Merah Putih misalnya, tentunya membutuhkan pembiayaan yang super jumbo.
Prabowo tentu tidak ingin ada uang negara apalagi uang rakyat yang disalahgunakan oleh para pembantunya. Kasus Noel menjadikan yang pertama kalinya pejabat selevel menteri atau wakil menteri yang dicokok KPK di era Presiden Prabowo ini.
Publik masih menunggu langkah lanjutan dari KPK, Kejaksaan Agung dan Polri terhadap kasus-kasus rasuah yang sudah diungkap aparat tetapi terkesan “jalan di tempat”. Kasus judi online di Kementerian Komunikasi dan Digital yang dulunya masih bernama Kementerian Komunikasi dan Informartika ternyata hanya sebatas operator dan pegawai rendahan yang disasar.
Padahal para bawahan tersebut bisa bergerak leluasa “mempermainkan “ pengawasan situs judi online tentunya atas perintah atasan yang memiliki kekuasaan. Padahal pengakuan dari para tersangka sebetulnya bisa menjadi celah bagi aparat untuk menelisik lebih dalam darimana muara kasus itu bermula. Nilai uang yang didapat para tersangka judol pasti jauh melebihi nilai uang yang digangsir Noel.
Demikian pula halnya operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting dalam korupsi proyek jalan di provinsi itu, terkesan berhenti di level kepada dinas saja. Seorang kepala dinas dalam logika yang sederhana, sulit dipahami bisa bergerak leluasa mempermainkan tender tanpa sepengetahuan atasannya.
Belum lagi kasus korupsi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di era Menteri Nadiem Makarim juga menjadi “pekerjaan rumah” Kejaksaan Agung untuk menuntaskannya. Dugaan korupsi pengadaan chromebook ditengarai hanya “akal-akalan” orang dalam Kementerian untuk menggarong uang negara dengan memanfaatkan pandemi Covid-19.
Pun sama halnya dengan kasus dugaan rasuah pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) juga masih belum ada perkermbangan yang signifikan. Padahal jika serius, KPK bisa dengan mudah mendalami terkait dugaan aliran yang dikelola di dana non-buidgeter di kasus rasuah BKB. Apa betul selebgram Lisa Mariana bisa mendapatkan uang dengan mudah karena kecipratan dana BJB ?
Momentum untuk Reshuffle Kabinet
Walau penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan tidak mengganggu jalannya roda pemerintahan, tetapi setidaknya ini menjadi dasar dari Presiden Prabowo Subianto untuk menata kembali kabinetnya.
Harus diakui keberadaan wakil menteri kerap berbenturan dengan posisi menteri di suatu kementerian bahkan sering orverlap. Coba saja perhatikan, selama 10 bulan ranah pekerjaan yang dilakukan Noel di kementerian hanyalah inspeksi mendadak (sidak) untuk urusan penahanan ijazah belaka. Noel cerdik memilih tugas sidak mengingat coverage media tentunya akan menguntungkan secara personal mengingat publik senang dengan action penuh drama di lapangan.
Pemberian tugas rangkap wakil menteri sebagai komisaris ternyata tidak mencegah pembantu presiden untuk tidak tergoda dengan potensi penyelewangan kekuasaan. Justru momentum penangkapan Noel harusnya menjadi awal menata BUMN dikelola dengan profesional termasuk penentuan direksi dan komisaris.
Agar terjadi efisiensi anggaran di segala bidang guna menopang pembiayaan janji-janji kampanye, dengan dicokoknya Noel oleh KPK kiranya menjadi awal penataan semua kementerian. Hapuskan saja posisi wakil menteri yang memboroskan keuangan negara serta mencegah terjadinya disharmonisasi antara kepala dan wakil di setiap kementerian.
Dari pengalaman hidup dan sepak terjang Immanuel Ebenezer atau Noel akhirnya kita bisa memaknai ungkapan yang banyak dilontarkan berbagai kalangan : “Untuk menjadi pejabat dan komisaris BUMN tidak perlu pendidikan tinggi atau kuliah susah-susah di ITB, UI atau UGM. Cukuplah jadi penjilat semaksimal mungkin terhadap suatu rezim, perbanyak berkomentar asal viral dan persetan dengan logika serta akal sehat”.