Kolom

Efisiensi Anggaran dan Badai PHK

Ilustrasi Anggaran dan Investasi(TOTO SIHONO)

Jika Amerika Serikat selalu menyombongkan keunggulannya.
Semua tidak ada yang membantahnya
Padahal, negeri kita jauh lebih hebat
Jika Amerika Serikat pernah mengirimkan astronot untuk mengijakkan kaki di bulan
Malah Indonesia sudah “mengacak-acak” bulan sejak lama
Rakyat Indonesia semakin terbiasa untuk menyiasati hidup dari bulan ke bulan
Di era makan bergizi gratis sekarang ini, di saat 40 ribu rumah dibangun dalam 80 hari,

negeri ini begitu “kelimpungan” dengan pagar bambu sepanjang 30 kilometer yang dibikin oleh jin iprit.
Di saat pejabat RI-36 ingin jalannya diistimewakan,

pejabat lain begitu pongah dengan koleksi 3 pacar yang disayanginya selama 13 tahun.
Negeri ini begitu melalaikan murid belajar di lantai yang dingin

hanya karena tidak sanggup membayar SPP yang tertunggak 3 bulan.

PUISI “Hidup Susah di Negeri Penyamun” saya tulis spontan saat saya kerap menerima bertubi-tubi chat setiap harinya dari teman-teman yang meminta dilibatkan pekerjaan temporer akibat kehilangan pekerjaan atau ingin berhutang duit karena susahnya hidup di zaman sekarang.

Di ranah pertelevisian, setiap saat kita mendengar berita lelayu mengenai rontoknya satu persatu media.

ANTV dan NET TV praktis gulung tikar dengan memutushubungan kerja para pegawainya yang dikenal handal dan kreatif di industri pertelevisian.

Sea Today, chanel berita daring berbahasa Inggris yang sahamnya dimiliki PT Mitra Digital Media, anak usaha PT Telkom, terpaksa merumahkan para karyawannya.

Talenta-talenta muda pertelevisian yang sebelumnya berkarya di NET TV terpaksa menganggur lagi usai NET TV gulung peralatan studio.

Terbaru, wacana pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan pegawai kontrak di RRI dan TVRI semakin menambah kelam kehidupan.

Di media online, fenomena tutup operasional sudah marak terjadi dan semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini.

Sementara salah satu platform e-commerce, Bukalapak mengumumkan menutup layanan marketplace dan beralih hanya menjual produk fisik berupa pulsa hingga membayar tagihan. 

Sementara rekan-rekan saya yang menjadi dosen Aparatur Sipil Negeri masih harus melanjutkan puasa untuk mendapatkan tunjangan kinerjanya.

Nasib miris juga dialami staf pengajar dan karyawan Universitas Bandung dan Universitas Muhammadiyah Tangerang yang berbulan-bulan tidak mendapatkan gajian.

Para pekerja di sektor properti semakin runyam akibat seretnya penjualan rumah-rumah baru di tengah pelemahan daya beli konsumen.

Demikian pula halnya dengan lesunya dunia otomotif. Peminat kendaraan roda empat dan roda dua, menahan pembelian mengingat semakin beragamnya pajak yang dipungut pemerintah. 

Belum lagi untuk motor listrik, stoknya demikian menumpuk karena calon pembeli menunggu kejelasan regulasi mengenai insentif kepada industri.

Di setiap acara wisuda berbagai kampus, wajah-wajah sumringah para alumni dan keluarga kini bersalin rupa menjadi wajah-wajah sendu menatap persaingan mendapatkan pekerjaan yang semakin susah.

Sektor pekerjaan yang awalnya informal kini berubah menjadi formal. Menjadi pengemudi online adalah cara termudah mendapat pekerjaan.

Pengemudi ojek kini menerapkan jam kerja yang panjang melebihi jam kantoran agar mendapat pemasukan yang bisa menutup biaya bahan bakar, bisa makan dan ada yang dibawa pulang.

Agar bisa merasakan suka-dukanya pengemudi kendaraan online, seringlah mengobrol dengan para kalongers untuk menyebut pengemudi yang jam kerjanya hingga larut malam.

Belakangan ini, pengemudi online merasa jumlah penumpang terus berkurang di tengah semakin bertambahnya kendaraan dari berbagai aplikasi.

Kesimpulan dari para pengemudi adalah semakin berkurangnya jumlah pekerja di sejumlah kawasan perkantoran atau menjadi indikasi terjadinya pengurangan karyawan serta tutupnya sejumlah tempat usaha.

Belum lagi risiko terjadinya tindak kejahatan untuk para kalongers juga meningkat seiring besarnya jumlah pegawai yang dirumahkan.

Merujuk data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), sepanjang Januari hingga Desember 2024 terdapat 77.965 orang tenaga kerja yang kena PHK. Jumlah ini meningkat dibandingkan PHK karyawan tahun 2023 yang menyasar 64.855 unit.

DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah PHK karyawan terbesar pada 2024, yaitu 17.085 orang pekerja. Setelah itu Jawa Tengah sebesar 13.130 orang dan Banten sebanyak 13.042 orang (Kontan.co.id, 9 Februari 2025).

Pada 2025 ini, hingga perhitungan 21 Januari 2025, sudah 24.327 perkara kriminalitas yang ditindak oleh polisi, terbanyak berupa kasus pencurian berat (curat) dan pencurian biasa.

Ada pula kasus penganiayaan, narkotika, hingga pengeroyokan (Goodstats.id, 12 Februari 2025). Saya yakin angka di lapangan akan jauh lebih besar lagi karena rendahnya keyakinan warga terhadap penyelesaian ala aparat penegak hukum.

Demi Efisiensi

Badai PHK karyawan bahkan turut menghantam dua lembaga penyiaran lembaga terkemuka, yakni TVRI dan RRI.

Sejumlah karyawan terutama kontibutor di TVRI dan pegawai kontrak di RRI dikabarkan mengalami PHK yang disinyalir sebagai imbas efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) 2025.

Keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 menjadi “sasaran tembak” karut marut negeri ini.

Ada kesalahan, bahkan terlalu kreatif dari bawahan Presiden menerjemahkan Inpres ini, dari efisiensi menjadi langkah PHK sepihak.

Bukannya memangkas pos pengeluaran untuk pimpinan seperti pengurangan perjalanan dinas dan penggunaan fasilitas, tetapi pengiritan justru ditempuh dengan “membabat” pegawai rendahan.

Belum lagi mekanisme pengakhiran pekerjaan juga di luar kelaziman yang berlaku. Bayangkan ada sahabat saya yang bekerja di RRI Jakarta yang telah bekerja kontrak lebih dari 7 tahun menerima pemberitahuan PHK hanya melalui chat. Memutus masa depan pegawai seperti tidak mengenal adab sama sekali.

Dari semua kementerian dan lembaga, ternyata ada beberapa yang lolos dari pemangkasan anggaran sesuai Inpres di atas di antaranya Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Polri, MPR, DPR, dan KPK.

Padahal kita sendiri tahu dan paham bagaimana kinerja mereka yang masih jauh di bawah harapan publik.

Menjadi ironis jika kementerian/lembaga yang vital bagi pemenuhan kebutuhan hajat hidup seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertanian, BMKG atau BRIN malah dipangkas hampir gundul.

Ketika efisiensi ditempuh pemerintah, justru sumber kemubaziran terus dipertontonkan. Jumlah kementerian termasuk menteri dan wakil menteri yang terlanjur dibuat “gemoy” tidak dipangkas seperti cara Petinggi Vietnam To Lam yang mengurangi jumlah Kementerian dari 30 menjadi 21 saja (Kompas.com, 20 Desember 2024).

Gelombang PHK di instansi pemerintah dan serangkaian langkah efisiensi yang ditempuh ikut berimbas terhadap sektor swasta.

Pembatalan pemesanan hotel karena tidak lagi rapat atau perjalanan dinas, hancurnya penyedia pasokan alat tulis kantor akan terus merembet ke rantai-rantai usaha lain.

Saya haqqul yaqin, Prabowo Subianto adalah sosok nasionalis yang begitu peduli dengan nasib jutaan rakyat miskin.

Bisa jadi Prabowo melakukan langkah drastis seperti ini karena beban warisan hutang dari pemerintahan sebelumnya. Termasuk untuk pembiayaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sesuai janji kampanyenya.

Tidak ada yang salah dengan program MBG. Namun, program mulia tersebut bisa berjalan jika kita memiliki “yen” yang berlimpah.

Tentu saja bukan terkait dengan Yen mata uang Jepang, tetapi “yen” ada duitnya, “yen” ada dananya, “yen” ada anggarannya yang cukup, “yen” APBN kita begitu sehat. “Yen” dalam Bahasa Jawa berarti “kalau” dalam bahasa Indonesia.

Menurut pendapat saya, langkah efisiensi yang dicanangkan Prabowo terlalu melenceng diterjemahkan oleh bawahannya.

Mengutip pendapat Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, efisiensi yang dimaksudkan Prabowo adalah menghilangkan lemak dan mengandalkan otot APBN yang asli.

Tenaga dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan “lemak” tersebut justru untuk kebutuhan rakyat banyak.
Namun, efisiensi justru dilakukan dengan PHK. Apa gunanya anak dapat makan siang gratis, tetapi tidak bisa sarapan dan makan malam karena orangtuanya terkena PHK?
Sementara kakaknya tidak bisa segera lulus kuliah karena dosennya sibuk ngojek online lantaran tunjangan kinerjanya tidak kunjung cair.
Mau mengerjakan skripsi, tetapi perpustakaan kampus ditutup lebih awal karena penghematan listrik mengingat anggaran universitas ikut terpotong besar.Hidup semakin berat dan susah di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi.

Ditulis oleh:
Dr. Ari Junaedi 
Doktor Komunikasi Politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Efisiensi Anggaran dan Badai PHK”(Kompas.com – 13/02/2025, 10:03 WIB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X