Ekonomi

Ekonom Sebut Food Estate Memperparah Kemiskinan

Jakarta – Pendekatan transmigrasi dalam proyek food estate di Indonesia menuai berbagai kritikan dari kalangan pengamat, di mana ekonom sebut proyek food estate memperparah kemiskinan.

Pasalnya, proyek food estate di Indonesia ini juga menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi membahayakan kesejahteraan masyarakat, baik bagi petani transmigran maupun penduduk lokal. 

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini justru dapat memicu konflik sosial dan memperparah kemiskinan.

“Hal ini disebabkan oleh desain food estate yang cenderung oligarkis dan berbasis industrialisasi tanpa mempertimbangkan aspek komunitas,” ujar Achmad.

Selain itu, Achmad menambahkan, proyek food estate yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia lebih mengutamakan pendekatan korporasi besar dibandingkan dengan pemberdayaan masyarakat lokal.

“Sehingga manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh segelintir pihak dibanding oleh para petani yang menjadi tulang punggung sektor pertanian,” pungkasnya.

Salah satu contoh nyata adalah pembukaan lahan secara besar-besaran oleh oligarki Andi Syamsuddin Arsyad, atau yang lebih dikenal sebagai Haji Isam.

Haji Isam sendiri merupakan pemilik Jhonlin Group, sebuah konglomerat yang bergerak di berbagai sektor seperti pertambangan, agribisnis, dan infrastruktur.

Melalui Jhonlin Group, Haji Isam terlibat dalam proyek food estate di Merauke, Papua Selatan.

Diketahui, Jhonlin Group menguasai ribuan bahkan jutaan hektar tanah untuk kepentingan food estate tanpa melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan. 

“Untuk mendukung proyek ini, perusahaannya memesan 2.000 unit ekskavator dari SANY Group, produsen alat berat asal Tiongkok, dengan nilai mencapai Rp 4 triliun,” jelas Achmad.

Selain itu, alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian skala besar berisiko meningkatkan emisi karbon secara signifikan, yang berkontribusi pada perubahan iklim global.

Model pengelolaan ini tidak hanya mengabaikan hak-hak masyarakat lokal, tetapi juga memperparah kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X