Infopolitiknews – Setelah “deforestasi legal” melanda hutan di Kalimantan guna pembangunan IKN Nusantara, masih ada proyek legalisasi deforestasi lainnya yang mengancam keberlangsungan hutan di Indonesia.
Rencana pembukaan lahan untuk proyek pangan dan energi tengah mengancam kelangsungan 20 juta hektar hutan. Proyek legalisasi deforestasi ini tentunya menjadi sumber persoalan lingkungan dan sosial.
Akan ada produksi emisi karbon dalam skala besar yang menyebabkan terjadinya kiamat ekologis. Belum lagi potensi nainya suhu pemanasan global, kekeringan, gagal panen, hilangnya resapan air alami dan banjir bandang.
Tidak hanya rusaknya keanekaragaman hayati (biodiversitas), pelaksanaan program tersebut juga akan memicu terjadinya konflik agraria. Bahkan, masyarakat yang ada di sekitar hutan akan tergusur.
Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan Kementerian Kehutanan seharusnya menjadi wali hutan, (Kamis, 2/1/2025).
“Kementerian Kehutanan itu seyogyanya wali dari hutan-hutan kita. Sebagai wali, harusnya kementerian ini lah yang paling depan menghadang rencana pembongkaran hutan, bukan justru merencanakan pembongkaran hutan dan melegitimasinya atas nama pangan dan energi. Artinya Presiden dan Menteri Kehutanan tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka,” kata Uli pada siaran pers Walhi.
Dilansir dari laman resmi Walhi, saat ini seluas 33 juta hektar hutan dibebani oleh izin di sektor kehutanan. Bukan hanya itu, 4,5 juta hektar konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Sedangkan 7,3 juta hektar hutan sudah dilepaskan, di mana 70%-nya untuk perkebunan sawit.
Terkait proyek pangan dan energi, Uli mengatakan tidak pernah ada keadilan bagi rakyat dan lingkungan, yang ada adalah bertambahnya persoalan bagi rakyat dan lingkungan.
“Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi, dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” tegas Uli.
Memastikan terpenuhinya hak pangan dan energi untuk rakyat adalah tugas negara. Pemenuhan hak itu akan terwujud, jika pemerintah menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi pangan dan energi. Pengakuan dan perlindungan hak rakyat atas wilayahnya menjadi hal yang terpenting. Sumber dan pengelolaan pangan dan energi juga harus berasal dan sesuai dengan karakteristik wilayah tempat di mana pangan dan energi dihasilkan.