Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur (Jatim) menyebutkan bahwa sejumlah karyawan terancam dirumahkan akibat dampak dari efisiensi pemerintah. Ketua PHRI Jatim, Dwi Cahyono, mengatakan bahwa sejumlah hotel mengalami penurunan okupansi hingga 30 persen. Sedangkan, mereka membutuhkan biaya untuk tetap beroperasi.
“Ketika okupansi turun, kita kena biaya-biaya tinggi. Dampak yang paling maksimal nantinya ya ada PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Dwi.
Selain itu, kata Dwi, efisiensi pemerintah tersebut juga akan mempengaruhi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, permintaan produk UMKM juga akan berkurang.
“Ya pengurangan karyawan, terus kalau PHK itu nanti ada hubungan kita dengan supplier, dengan UMKM. Hubungan kita dengan segala macam akan terpengaruh semuanya,” jelasnya.
Dengan demikian, Dwi berharap pemerintah kembali mempertimbangkan terkait efisiensi anggaran tersebut. Karena, dampak yang ditimbulkan terlalu besar, terutama di sektor pariwisata.
“Efisiensi pemotongan itu kita setuju saja, tapi sekarang anggaran yang prioritas harus untuk menstabilkan pariwisata. Kalau tidak, sektor pariwisata akan jatuh bersama-sama, akan tenggelam,” ujarnya.
Dwi mengungkapkan, dampak dari efisiensi anggaran pemerintah tersebut sudah mulai dirasakan sejak Januari 2025, seperti pembatalan pemesanan kamar hotel.
“Ya pembatalan ini sebenarnya sejak bulan Januari itu sudah ada. Dan mulai efektif di bulan Februari ini mulai bertambah dampaknya,” ucap Dwi.
Dwi menyebut, dampak tersebut semakin dirasakan beberapa waktu menjelang Ramadhan ini. Bahkan, kebijakan efisiensi anggaran juga dirasakan oleh pengusaha restoran.
“Iya MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) itu terdampak. Kami masih kumpulkan datanya, sementara ini tercatat ada 30 persen, tapi nanti kalau dikumpulkan bertambah,” ujarnya.