Kolom

Keadilan untuk Argo

Para mahasiswa Fakultas Hukum UGM gelar doa bersama untuk Argo Ericko Achfandi yang meninggal dalam kecelakaan di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sariharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman. Selain berdoa bersama, para mahasiswa juga tabur bunga di depan patung Dewi Keadilan untuk Argo Ericko Achfandi.(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

“Bagi Ayah, kamu begitu berharga, Nak. Maka jadilah anak yang seperti Ayah harapkan. Jadilah anak yang kelak bisa berguna bagi orang-orang di sekitarmu.”

BISA jadi, pesan itu akan disampaikan oleh ayahanda dari Argo Ericko Achfandi dan Christiano Pengarapenta Pengindahan Tarigan kepada anak lelakinya. Hanya saja, takdir yang membuatnya berbeda.

Argo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) telah wafat. Ia tidak bisa mewujudkan mimpinya menjadi “pendekar” hukum dan menjadi kebanggaan ibunya usai tewas ditabrak Christiano, mahasiswa Ilmu Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sariharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (24/5/2024) dini hari.

Saat hendak memutar jalan, motor yang dikendarai Argo ditabrak oleh mobil BMW yang dikemudikan Christiano dengan kecepatan tinggi.

Menurut hasil penyelidikan personal Polres Sleman, tidak ada upaya pengereman sama sekali dari Christiano sebelum mobil menghantam motor yang dikendarai mahasiwa Angkatan 2024 asal Depok, Jawa Barat itu.

Mobil baru melakukan pengereman usai menabrak Argo, itupun setelah menghantam mobil yang terparkir di pinggir jalan. Kecelakaan tersebut begitu fatal, Argo tewas di lokasi karena cedera berat di kepalanya (Kompas.com, 27 Mei 2025).

Meninggalnya Argo tidak urung membuat mahasiswa Fakultas Hukum UGM menyuarakan keprihatinannya.

Dalam acara doa bersama dan tabur bunga untuk Argo yang dihelat mahasiwa di halaman depan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, Senin (26/5/2025), mereka menuntut keadilan atas meninggalnya Argo.

Seperti halnya publik, mahasiswa Fakultas Hukum UGM merasa ada keanehan penanganan kasus yang dilakukan Polresta Sleman.

Sejak kejadian, polisi tidak melakukan penahanan terhadap peristiwa pidana yang jelas-jelas menyebabkan korban tewas.

Pelakunya sudah jelas, saksi mata kejadian dan CCTV di lokasi kejadian sudah ada. Penyematan status tersangka terhadap Christiano baru dilakukan Polresta Sleman pada Selasa (27/5/2025), usai kejadian ini viral di media sosial.

Kasus tewasnya Argo telah dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan setelah dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) ulang oleh Satlantas Polresta Sleman dengan asistensi dari Tim Traffic Accident Analysis Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Status tersangka ditimpakan ke Christiano karena melanggar Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tagar #JusticeForArgo menggema

Keprihatinan terhadap penanganan kasus yang menimpa Argo disuarakan oleh warganet. Tagar #JusticeForArgo didengungkan untuk mengungkapkan kesedihan atas kecelakaan yang menimpa Argo. Mahasiswa yang dikenal baik dan ringan tangan oleh teman-teman kuliahnya.

“Aku mungkin nggak kenal Argo tetapi lihat kasusnya bikin ikut sedih sesedih-sedihnya. Keluarga, teman bahkan langit yang Ia tinggalkan, semuanya menggelap, meraungkan kesedihan atas kepergian orang baik dengan cara yang tidak adil. Semoga kebenaran menemukan jalannya” – akun@account***

“Pergi jauh hanya untuk menempuh Pendidikan tinggi, baru masuk kemarin 2024 tapi sudah pergi meninggalkan FH UGM, fly high” – akun @accu****

Kejanggalan penanganan kasus Argo tidak pelak mengundang tanggapan dari anggota Komisi III DPR-RI Abdullah. Ia mendorong penanganan kasus Argo berdasarkan keadilan, bukan karena status sosial.

Status sosial yang disandang Christiano dianggap publik berpengaruh terhadap tidak ditahannya tersangka.

Abdullah mendesak Kepolisian untuk menjawab keraguan publik dengan melibatkan Kompolnas dan Ombudsman dalam penanganan kasus tersebut.

Harus diakui, publik selama ini kecewa dan “patah arang” dengan kasus-kasus pelanggaran hukum yang melibatkan kalangan atas menyangkut pejabat, yang kebetulan korbannya dari kalangan bawah.

Hukum yang ditegakkan itu seperti silet yang tajam ke bawah, tetapi menjadi pisau kayu yang tumpul ke atas.

Publik pasti tidak melupakan awal mula kejadian sebelum kasus mafia pajak Rafael Alun Trisambodo terbongkar.

Mario Dandy Satrio (20), sang putra mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan awalnya melakukan penganiayan sadis terhadap D (17) hingga sempat koma lama.

Belajar pada sosok Ibas Ninoms

Kasus yang terjadi pada Argo mengingatkan kembali perlunya revitalisasi pemahaman kepada para pendatang akan nilai-nilai kehidupan apik yang selama ini hidup di Yogyakarta.

Hidup saling tenggang rasa, mengutamakan keselarasan dengan budaya setempat serta menghargai keragaman dan perbedaan.

Andai saja Christiano kenal atau pernah makan dimsum mentai Ninoms yang dikembangkan oleh Ibas – anak seorang janda di Kotagede, Yogyakarta, tentu akan mengerti perjuangan dari seorang anak yang dibesarkan oleh tua tunggal seperti Argo.

Dalam forum Youth Summit Urban Economy di Yogyakarta, Selasa (27/5/2025), Ibas menceritakan kisah jatuh bangunnya membuka usaha kuliner yang pada akhirnya sekarang ini bisa memperkerjakan puluhan orang dan memiliki dua cabang gerai.

Ibas usianya cukup muda, jauh di bawah usia Christiano. Namun, kegigihannya melebihi anak seusianya.

Ibas tidak memamerkan kekayaan orangtuanya. Dari idenya lahir penjualan dimsum mentai yang omzetnya membuat dia mandiri dan membantu banyak orang.

Gaya flexing Christiano dengan memamerkan kendaraan mewahnya di media sosialnya begitu bertolak belakang dengan Ibas yang semenjana.

Di saat masih banyak mahasiwa yang berkuliah di Yogyakarta kekurangan makan akibat ketiadaan biaya karena berasal dari keluarga miskin, Christiano harusnya bersyukur bisa berkuliah dengan fasiltas mewah dari orangtuanya.

Andai saja Chrsitiano sekali-kali merasakan mendapatkan makanan dari Program Food Bank Lumbung Mataraman, mungkin bisa mensyukuri arti kehidupan.

Food Bank adalah menyelamatkan makanan berlebih maupun donasi dari mitra untuk didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk mahasiswa yang butuh makanan karena keterbatasan ekonomi.

“Argo Ericko Achfandi adalah anak pertama saya yang sebelas tahun hidup tanpa figur ayah. Saya bersaksi sebagai ibunya bahwa Argo adalah anak yang baik, hebat, memiliki kasih tinggi, semangat terutama dalam kuliah. Saya ridho atas kepergian anak saya, tapi keadilan harus dijalankan.” – Meli, Ibunda Argo Ericko Achfandi.

Ditulis oleh:
Dr. Ari Junaedi 
Doktor Komunikasi Politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Keadilan untuk Argo”
(Kompas.com – 28/05/2025, 06:03 WIB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X