Jakarta – Pemerintah memulai program Makan Bergizi Gratis alias MBG dengan harga Rp 10 ribu per porsi makanannya. Pemerintah daerah hingga orang tua yang ekonominya mapan diajak untuk membantu membiayai program ini.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Ujang Komarudin, mengatakan beberapa pemerintah daerah telah menambahkan anggaran.
“Menurut hemat kami ya dari pemerintah, membanggakan juga. Ada yang memang iuran, ada yang memang bertambah (anggarannya),” ujar Ujang Komarudin, usai meninjau program makan bergizi gratis di Cilangkap, Depok, Senin (6/1).
Ujang menjelaskan pemerintah sudah menganggarkan Rp 71 triliun untuk program ini. Menu dan porsi makanan murid serta ibu hamil juga bakal disesuaikan dengan anggaran dan nutrisi yang dibutuhkan masing-masing kelompok penerima.
Komandan Distrik Militer atau Dandim 0508/Depok, Letnan Kolonel Inf. Iman Widhiarto mendorong pemerintah daerah hingga orang tua yang mampu ikut menyumbang untuk membiayai program ini.
“Harusnya pemerintah provinsi, kami menyumbang subsidinya Pak Presiden dengan Rp5.000. Nanti Pemkot, Wali Kota, Bupati juga gitu. Kalau terjadi, sudah Rp 20 ribu,” kata Iman dalam kesempatan yang sama.
Iman mengatakan orangtua dari kalangan menengah ke atas bisa menyumbang ke Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan sekolah atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi alias SPPG yang menjadi dapur makan bergizi gratis.
Meski menurutnya ada peluang sumbangan dari pemerintah daerah hingga orangtua murid, Iman menepis anggapan bahwa anggaran Rp 10 ribu kurang. Menurutnya, sumbangan ini bisa memperbanyak pilihan makanan anak-anak.
“Tidak begitu. Dengan adanya kelebihan dananya, jenis variasi makanannya bisa lebih baik,” ujarnya.
Salah satu contohnya, susu yang saat ini dibagikan dua kali seminggu, bisa meningkat menjadi setiap hari. Selain itu, ia masih belum dapat memastikan pembagian susu ikan sebagai pengganti susu sapi dalam program makan bergizi gratis.
Sementara itu Pakar komunikasi politik Ari Junaedi menilai ajakan agar pemda dan orang tua untuk ikut “patungan” membiayai program MBG semakin memperlihatkan tidak matang dan tidak cermatnya program MBG dibuat.
“Sejak makan siang gratis ini dijadikan jualan kampanye di Pilpres 2024 lalu, saya melihat ini hanya gimmick politik yang tidak dipikirkan dampaknya di kemudian hari. Selain menggerogoti keuangan negara dan mengurangi porsi pembiayaan infrastruktur, ada satu lagi yang tidak kita sadari bahwa pembiayaan MBG itu juga mendegradasi mutu pendidikan itu sendiri. Salah satu contoh saja tunjangan kinerja dosen ASN kini menghilang serta akrobatik kementerian keuangan mengintensifkan penerimaan dari pajak,” ujar pengajar di program pascasarja di berbagai PTN dan PTS tersebut.
Menurut Ari Junaedi, meminta bantuan pendanaan dari orang tua murid semakin memperlihatkan porsi anggaran makan siang senilai Rp 10 ribu untuk setiap porsinya memang tidak “nyucuk”. Jangankan susu, ketersedian sayur dan lauk pun akan dikurangi takarannya.
“Di tengah sulitnya kehidupan ekonomi sekarang dimana harga-harga kebutuhan terkerek naik dan PHK dibuat mana-mana maka permintaan sumbangan dari wali murid sama saja pemerintah tidak mau tahu dengan kesulitan hidup warganya. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga masih juga rakyat kerobohan tembok dan beton bangunan. Daripada meminta bantuan pendanaan MBG dari rakyat, lebih baik pemerintah menyederhanakan jumlah kementerian dan mengurangi jumlah menteri dan wamen yang terlalu gemoy. Lakukan efisiensi birokrasi agar terjadi penghematan keuangan negara,” ujar Ari Junaedi dengan nada prihatin