Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan menyatakan tengah menyiapkan langkah hukum terkait penetapan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK.
“Sampai saat ini kami lagi fokus persiapan langkah-langkah hukum kami,” ujar Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy di Jakarta, Kamis.
Sejauh ini, dia pun belum menentukan langkah hukum yang akan dilakukan terkait penetapan tersangka Hasto, termasuk terkait potensi mengajukan langkah praperadilan atas status tersangka itu.
“Ini terkait strategi nanti pada waktunya kami sampaikan,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum itu.
Adapun Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024. Dalam sprindik itu, Hasto disebut terlibat tindak pidana korupsi bersama tersangka Harun Masiku dengan memberikan hadiah atau janji kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Kemudian berdasarkan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024, Hasto juga menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Harun Masiku tersebut.

Sementara itu pengamat komunikasi politik dari Nusakom Pratama Institut, Ari Junaedi melihat penyematan status tersangka untuk Hasto Kristiyanto serta pencekalan terhadap Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly oleh KPK begitu tebang pilih.
Jika untuk kasus penyaluran dana CSR fiktif Bank Indonesia yang melibatkan elit-elit partai penguasa, KPK mudah mengkoreksi status tersangka dari dua anggota DPR tetapi untuk kasus Harun Masiku begitu sergap bertindak. Aroma KPK menjadi instrumen penguasa begitu kental terlihat
“KPK begitu tebang pilih dalam menangani kasus. Jika kasus itu berseberangan dengan selera pemerintah dan bekas penguasa, KPK begitu tunduk dan menurut tetapi jika untuk menyikat kaum oposan KPK begitu galak bertindak. Sudah saatnya keberadaan KPK ditinjau ulang jika KPK masih mendiamkan kasus dugaan penyelewengan minyak goreng, dugaan gratifikasi peminjaman jet pribadi untuk keluarga bekas Presiden Jokowi atau penyaluran fiktif dana CSR Bank Indonesia,” ungkap Ari Junaedi