“Orang yang berani berkata terus terang adalah orang yang mendidik jiwanya sendiri untuk merdeka. Orang yang berani menerima perkataan terus terang adalah orang yang membimbing jiwanya kepada kemerdekaan.” – Buya Hamka.
MENGIKUTI polemik siapakah pemenang sesungguhnya di Pilkada Jakarta 2024, ibaratnya menentukan mana duluan ada: telur atau ayam.
Inti persoalannya begitu mudah, tetapi dibuat ruwet oleh pihak-pihak yang selalu ingin “menang” tanpa bicara kejujuran.
Hari-hari ini, kejujuran adalah barang yang amat langka dalam menyikapi hasil Pilkada Serentak 2024 di Jakarta. Padahal, kejujuran mutlak diperlukan dalam politik. Kita semakin jarang mendengar politisi yang dikenal jujur.
Aturan hukum pelaksanaan Pilkada di Jakarta memang unik. Jakarta menjadi satu-satunya provinsi yang bisa menggelar Pilkada hingga dua putaran dari total 545 daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Keistimewaan ini diperoleh lantaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI.
Pilkada Jakarta berlangsung dua putaran bisa terjadi apabila pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang berkontestasi tidak ada yang meraih lebih dari 50 persen suara.
Berdasarkan rekapitulasi KPU DKI Jakarta, pasangan Pramono Anung -Rano Karno unggul di semua kota administrasi.
Dalam rapat pleno penetapan hasil perolehan suara Pilkada Jakarta 2024, Minggu (8/12/2024), Paslon nomor urut 3 itu meraih 2.183.239 suara atau 50,07 persen.
Paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil – Suswono meraih 1.718.160 suara atau 39,40 persen. Sedangkan Paslon nomor urut 2 Dharma Pongrekun – Kun wardhana menggaet 459.230 suara atau setara dengan 10,53 persen.
Dengan demikian, KPUD Jakarta menetapkan Pramono Anung – Rano Karno sebagai pemenang dan Pilkada Jakarta dinyatakan hanya berlangsung satu putaran. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.
Data KPU, jumlah pemilih tetap (DPT) di Pilkada Jakarta mencapai 8.214.007 orang. Namun, hanya 4.714.393 pemilih yang datang ke TPS. Dari jumlah tersebut, total suara sah mencapai 4.360.629 dan suara tidak sah menembus 363.764.
Jumlah partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 memang menjadi yang terendah sepanjang sejarah, yakni 53,05 persen. Jika ingin menelisik mengapa tingkat partisipasi pemilih rendah, tentu bisa dilihat dari beragam faktor.
Salah satunya adalah tingkat kejenuhan pemilih di Jakarta usai proses Pilpres dan Pileg 2024, beberapa bulan lalu.Belum lagi, durasi kampanye Pilkada Jakarta tidak memungkinkan bagi para kandidat gubernur dan wakil gubernur meyakinkan calon pemilih.
Ditulis oleh:
Dr. Ari Junaedi
Doktor Komunikasi Politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Pilkada Jakarta: Kemenangan Akal Sehat”
(Kompas.com – 16/12/2024, 06:26 WIB)