Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengusungan calon presiden dan wakil presiden.
Keputusan ini tentu menjadi pintu masuk bagi para tokoh dan elite politik untuk bisa maju sebagai capres maupun cawapres, termasuk para menteri Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, semua partai akan berlomba-lomba mencalonkan capres di Pilpres 2029. Partai bukan lagi berpijak pada elektoral sang calon tetapi untuk mengejar posisi tawar bagi rencang bangun koalisi yang mungkin terjadi.
“Misalkan saja PAN, walau nilai elektoral sang ketua umumnya Zulkifli Hasan sangat minimalis maka kader-kader PAN akan kompak menyorongkan nama Zullhas sebagai capres dari PAN. Tujuannya adalah untuk menaikkan posisi tawar terhadap capres yang memiliki elektoral tertinggi. Syukur-syukur masuk nominasi cawapres, walau target maksimal sebagai menteri adalah hal yang wajar,” kata Ari Junaedi.
Berbeda dengan partai-partai besar seperti PDIP, Gerindra. Golkar atau PKB, sambung Ari, partai tersebut tentu akan menjadi sentral politik karena mengajukan tokoh populis yang punya elektoral besar. Akibatnya partai-partai menengah atau partai gurem akan menjadi partai orbital atau penyokong koalisi,
“Atau bisa pula justru dari partai menengah misalnya Nasdem, Demokrat atau PKS bisa cerdik menawarkan nama kandidat yang memiliki daya pesona yang luar biasa maka bisa jadi menjadi partai sentral, justru partai besar akan bergabung demi alasan kemenangan,” ucap Ari Junaedi yang juga pengajar Pascasarjana disejumlah Universitas tanah air, termasuk Universitas Indonesia (UI) ini.
Kendati demikian Ari Junaedi menilai belum ada sosok kapabel yang pro terhadap rakyat di Kabinet Merah Putih untuk bisa maju sebagai capres maupun cawapres di Pilpres 2029 mendatang.
“Mohon maaf jika bicara jujur dan obyektif, tidak ada satu pun menteri atau tokoh KIM yang pantas dan layak menjadi capres bahkan cawapres jika patokannya adalah keberpihakkannya pada rakyat. Belum lagi banyak menteri yg nir kapabel dan jauh kualitasnya dibandingkan menteri-menteri di era yang lalu,” tandas Ari Junaedi.
“Apakah rakyat tertarik dengan menteri yang membiarkan judi online? Apa rakyat rela dengan menteri yang bangga karena punya pacar 3 perempuan? Apakah kita akan memilih menteri yang gigih menerapkan pajak yang memberatkan kehidupan rakyat? Apakah rakyat akan tertarik dengan menteri yang selalu narsis dengan aset kekayaan yang dimilikinya?,” sambung Ari